Partai Perindo Belum Aman Ke Senayan
Jakarta – Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA per Desember 2018 menunjukkan, ada enam partai peserta pemilu yang belum memiliki batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen.
Sementara posisi lima partai lainnya masih belum aman untuk lolos ke DPR periode 2019-2024.
Enam parpol yang terancam tak lolos ke DPR, yakni:
1. Hanura: 0,6 persen
2. PBB: 0,2 persen
3. Garuda: 0,2 persen
4. PSI: 0,1 persen
5. Berkarya: 0,1 persen
6. PKPI: 0,1 persen
Walau ditambah dengan angka margin of error Survei ini sebesar 2,9 persen, keenam partai tersebut tetap tidak memenuhi ambang batas untuk lolos ke DPR sebesar 4 persen
Peneliti LSI Ardian Sopa mengatakan, posisi PSI, Berkarya dan Garuda sebagai parpol baru membuat mereka sulit untuk bersaing dengan partai lama.
Sementara Hanura, PBB dan PKPI, meski merupakan partai lama, namun sulit meningkatkan elektabilitas karena tidak mempunyai gagasan besar yang ditawarkan ke publik.
Lebih lanjut Ardian mengatakan,”Ketiga partai ini adalah partai lama, namun tak ada gagasan atau terobosan kampanye yang terdengar masif di publik selama 5 bulan terakhir,” ucapnya saat merilis hasil surveinya di Kantor LSI, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Sementara itu, lima partai lain yang belum sepenuhnya aman untuk lolos ke Senayan, yakni:
1. PKS: 3,3 persen
2. PPP: 3 persen
3. Nasdem: 2,8 persen
4. PAN: 1,8 persen
5. Perindo: 1,9 persen
Elektabilitas kelima partai berdasarkan hasil survei memang masih di bawah ambang batas 4 persen.
Lebih lanjut Ardian mengatakan, “Sementara PPP dan PAN perlu mencari faktor pendongkrak suara jika ingin memastikan aman lolos ke Parlemen,” ujarnya
Survei LSI ini dilakukan dengan metode multistage random sampling. Jumlah responden sebesar 1200 orang.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner. Sementara margin of error survei plus minus 2,9 persen.
Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memprediksi PDI Perjuangan akan menjadi juara pada Pemilu Legislatif 2019.
Peneliti LSI Ardian Sopa mengatakan, hal ini terlihat dari lima kali survei LSI yang dilakukan sepanjang bulan Agustus-Desember 2018.
Ardiam menjelaskan,”Dengan hasil lima kali survei ini, kami bisa mengatakan bahwa PDI-P potensial juara pileg 2019 yang akan datang,” ujarnya saat merilis hasil survei LSI, di Kantor LSI, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Ardian mengatakan, prediksi PDI-P akan memenangi Pemilu 2019 juga bisa dilihat dari elektabilitas pesaingnya.
Sejauh ini, berdasarkan survei LSI, partai yang berada di posisi kedua adalah Partai Gerindra.
Namun, suara partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu masih selisih jauh di bawah PDI-P.
Dari lima kali survei LSI, Gerindra mendapat 13,1 persen (Agustus), 11,5 persen (September), 11,3 persen (Oktober), 14,2 persen (November), dan 12,9 persen (Desember).
“Sekarang selisih dengan Gerindra 14 persen. Dan selisih ini stabil. Berdasarkan hal ini, kami bisa melihat PDI-P potensial menjadi juara pileg,” katanya
Ardian memprediksi, faktor Jokowi sebagai kader PDI-P menjadi salah satu yang menyebabkan tingginya elektabilitas partai tersebut.
Namun, ada sejumlah faktor lain yang patut dipertimbangkan seperti pergerakan para kader PDI-P sendiri.
Survei LSI ini dilakukan dengan metode multistage random sampling. Jumlah responden sebanyak 1.200 orang.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. Sementara, margin of error survei plus minus 2,9 persen.
Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memprediksi Partai Gerindra dan Partai Golkar akan bersaing ketat menjadi peringkat kedua dalam pemilu legislatif 2019.
Hal ini terlihat dari lima kali survei LSI yang dilakukan sepanjang Agustus-Desember 2018.
Peneliti LSI Ardian Sopa menjelaskan, Gerindra dan Golkar akan bersaing ketat berebut posisi runner-up karena elektabilitas keduanya terpaut tipis.
Namun, elektabilitas Gerindra dan Golkar jauh dari PDI-P yang ada di urutan pertama dan diprediksi menjadi pemenang pemilu.
Dari lima kali survei, Gerindra mendapat 13,1 persen (Agustus), 11,5 persen (September), 11,3 persen (Oktober), 14,2 persen (November), dan 12,9 persen (Desember).
Sementara Golkar mendapat 11,3 persen (Agustus), 10,6 persen (September), 6,8 persen (Oktober), 9,7 persen (November), dan 10,0 persen (Desember).
“Di urutan kedua ada perebutan yang ketat antara Gerindra dan Golkar. Selisih survei terakhir hanya 2,9 persen,” kata Ardian saat merilis hasil surveinya di Kantor LSI, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Ardian menilai, meski elektabilitas Gerindra stabil di atas Golkar dalam lima kali survei, hasil pileg masih akan sangat dinamis.
Menurut dia, suara Gerindra sangat terbantu dengan sosok ketua umumnya Prabowo Subianto yang kini bertarung sebagai calon presiden di pilpres.
“Coat-tail effect (efek ekor jas) berlaku untuk Gerindra,”ujarnya.
Sementara Partai Golkar, kata dia, saat ini tak mempunyai tokoh yang bisa mendongkrak elektabilitas.
Kendati demikian, pengalaman serta jaringan Partai Golkar yang sudah berdiri sejak Orba menjadi nilai tambah.
“Golkar kalau melihat pengalaman dan sistem yang sudah dibangun, dia bisa menyalip. Tapi dia juga butuh pendongkrak sehingga bisa merubah mood publik,” kata Ardian.
Ardian pun mengingatkan, jika sampai Golkar gagal meraih juara runner up di Pileg 2019, maka ini akan menjadi sejarah.
Sebab, selama empat kali pemilu pasca reformasi, Golkar selalu menjadi juara pertama atau kedua.
“Buat Golkar ini jadi sejarah kurang bagus karena untuk pertama kalinya mereka bisa terlempar dari posisi nomor 1 dan 2,” katanya
Survei LSI ini dilakukan dengan metode multistage random sampling. Jumlah responden sebesar 1200 orang.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner. Sementara margin of error survei plus minus 2,9 persen. (*)
Tinggalkan Balasan