Khilafah Anti Pancasila

Kamis, Maret 15th 2018. | Headline, Politik & Hukum

Jakarta, Suronews – Dalam persidangan atas perkara No.211/G/2017/PTUN.JKT, Kamis – 15 Maret 2018 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Tim Kuasa Hukum Menteri Hukum dan HAM R.I (selaku Tergugat) menghadirkan beberapa Ahli, yaitu: Prof. Philipus M. Hadjon, S.H. (Ahli Hukum Administrasi Negara), K.H. Ahmad Ishomuddin (Rois Syuriah PBNU) serta seorang Ahli Islam Politik.

Menurut Prof. Philipus M. Hadjon, S.H., “Yang menjadi parameter atas legalitas suatu Keputusan Tata Usaha Negara adalah Peraturan Perundang-Undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Pencabutan Status Badan Hukum dari HTI (Hizbut Tahrir Indonesia, arti harafiah Partai Pembebasan Indonesia), sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yakni berdasarkan Perppu Ormas No.2 Tahun 2017 yang padatanggal 23 Oktober 2017 telah disahkan menjadi UU No. 16 Tahun 2017.

Pencabutan Status Badan Hukum dilakukan oleh pejabat yang berwenang, yaitu Menkumham R.I, hal ini sesuai dengan Pasal 63 Perppu Ormas (saat ini telah disahkan menjadi UU No. 16 Tahun 2017). Kemudian penjatuhan hukuman berupa sanksi administratif bertujuan untuk menghentikan terjadinya pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang dinyatakan secara tegas dalam undang-undang tersebut adalah mengenai segala hal-hal/aktivitas ormas yang bertentangan dengan Pancasila.

Kemudian, K.H. Ahmad Ishomuddin, Ahli Agama Islam (Rois Syuriah PBNU), dalam persidangan menerangkan, “Hizbut Tahrir adalah Organisasi Politik, Bukan organisasi dakwah. Bukan organisasi agama. Aktivitas Hizbut Tahrir adalah aktivitas politik. Maka aktivitas Hizbut Tahrir semuanya adalah politik, baik itu di dalam hukum, ataupun di luar hukum, politik yang di dalamnya diberikan ajaran Islam untuk diwujudkan dan ditegakkan dalam negara Daurah Islamiyyah”.

Hizbut Tahrir sebagai suatu partai politik dimaksudkan untuk bekerja membentuk pemerintahan. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan partai politik, karena merupakan bagian dari Hizbut Tahrir sebagai suatu Partai Politik Islam Internasional. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berupaya melanggar konsensus nasional dalam hal ini Eksistensi tegaknya NKRI.

“Fakta sejarah telah kita ketahui bahwa kedaulatan dan keutuhan NKRI sebagai warisan ulama NU dan seluruh Pendiri Bangsa.” Dengan demikian menurut hukum positif yang berlaku di NKRI dan hukum Islam, kewajiban mendirikan NKRI adalah wajib ‘ain. NKRI adalah negara yang sah, dengan seluruh wilayah kedaulatannnya.

NKRI adalah hasil konsensus nasional sekaligus merupakan wujud kesepakatan seluruh Rakyat Indonesia dalam mendirikan NKRI dan merumuskan serta memutuskan Pancasila sebagai Staats Fundamental Noorm (Norma Dasar Bernegara). Ini adalah kesepakatan final bangsa Indonesia.

Sebaliknya, apa yang dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), merupakan bentuk-bentuk pengkhianatan atas konsensus nasional. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berniat mengubah NKRI menjadi negara khilafah. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) justru memperjuangkan tegaknya sistem khilafah dan bentuk negara khilafah islamiyyah di NKRI. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah satu-satunya organisasi Islam yang dikendalikan Hizbut Tahrir (organisasi politik Islam Internasional) untuk mendirikan Negara trans-nasional Islam.

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak sistem demokrasi. Penolakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas sistem demokrasi tidak sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dalam Negara Hukum. Ini merupakan bentuk penghianatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas konsensus kebangsaan serta bukti nyata perlawanan terhadap kesepakatan final seluruh rakyat Indonesia tentang bentuk negara kita “NKRI”.

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melarang kecintaan kepada tanah air (nasionalisme).Penegakan kembali Khilafah Islamiyyah mengancam keutuhan NKRI. Penegakan Khilafah Islamiyyah ketika negara-negara di dunia telah menjadi nation state sesuai kesepakatan masing-masing merupakan suatu ilusi. Dalam proses tersebut akan terjadi proses perebutan kekuasaan, perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem khilafah sebagaimana yang diperjuangkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal ini berpotensi besar mengakibatkan perpecahan, konflik dan bahaya besar lainnya terhadap eksistensi NKRI. Tidak ada sejengkal wilayah, kekuasaan, maupun kedaulatan NKRI yang akan diserahkan secara damai kepada Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), karena NKRI dan negara-negara yang ada di dunia tidak dapat dibubarkan.

K.H. Ishomuddin mengatakan, Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas mengatur mengenai negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik,dan mutlak tidak dapat diubah. Pancasila sebagai dasar dan falsafah NKRI mengikat seluruh warga negara dan bangsa Indonesia yang majemuk, bersatu dan hidup rukun, Damai dalam bingkai NKRI. “Mempertahankan NKRI adalah Jihad Fisabilillah”, tegasnya. (Red)

Related For Khilafah Anti Pancasila