Embrio Asosiasi Udang Lahir di Sekolah Tinggi Perikanan
Jakarta,Suronews – Sekolah Tinggi Perikanan (STP), salah satu satuan pendidikan tinggi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terpilih menjadi tempat dilaksanakannya Sarasehan Nasional Bisnis dan Teknologi Komoditas Udang 2018, Selasa (27/03/2018), yang diselenggarakan oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI). Hadir pada kesempatan ini stakeholder di bidang budidaya udang dari berbagai kalangan dan berbagai daerah. Salah satu output utama kegiatan ini adalah lahirnya embrio Asosiasi Udang Indonesia.
Ketua STP Mochammad Heri Edy mengatakan, sebagai tuan rumah pihaknya menyambut baik penyelenggaraan kegiatan ini di kampus STP. “STP merupakan satuan pendidikan vokasi yang mencetak SDM terampil dan berdaya saing. Karena pendidikan vokasi, maka porsi praktik lebih banyak dibanding teori, yang berbeda dengan pendidikan akademis. Lulusan STP siap menjadi tenaga kerja dan wirausaha yang andal dan mampu menyelesaikan masalah, termasuk di bidang akuakultur, yang diharapkan juga dapat mendukung dalam penyelesaian permasalahan di bidang budidaya udang,” ujarnya.
Terkait budidaya udang ini, Ketua Umum MAI Prof. Dr. Rokhmin Dahuri mengatakan, Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yakni 95.185 km, memiliki potensi lahan pesisir untuk tambak udang terluas di dunia mencapai lebih dari 3 juta ha.
Dengan potensi tersebut ditambah mahalnya harga udang yang cenderung stabil, seharusnya Indonesia dapat menjadi negara produsen dan pengekspor udang budidaya terbesar di dunia.
“Dengan demikian, Indonesia dapat berkontribusi secara signifikan dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yakni lebih dari 7% per tahun, serta menyerap banyak tenaga kerja dan mensejahterakan masyarakat secara berkelanjutan. Kenyataannya saat ini, Indonesia masih menempati posisi keempat dunia sebagai produsen terbesar setelah Tiongkok, India, dan Vietnam,” ujar Rokhmin pada sarasehan tersebut di STP Jakarta.
Berdasarkan data International Trade Center (2017), pertumbuhan ekspor komoditas perikanan Indonesia pada periode 2012-2016 rata-rata tumbuh hanya 2,37 persen pertahun. Total nilai ekspor komoditas perikanan tahun 2012 mencapai USD 3,59 miliar dan tahun 2016 meningkat kecil menjadi 3,86 miliar dollar AS.
Selanjutnya kontribusi nilai ekspor udang vaname beku (letapenaus vanamae) terhadap total nilai ekspor perikanan tahun 2016 mencapai lebih dari 27 persen. Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa udang memiliki peranan yang besar terhadap kinerja ekonomi perikanan Indonesia.
Namun demikian, hingga saat ini nilai ekspor udang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara produsen udang dunia lainnya, seperti India, Vietnam, Ekuador, Tiongkok, dan Thailand. Tahun 2016 India tercatat sebagai negara yang memiliki nilai ekspor udang tertinggi di dunia, yaitu mencapai 3,70 miliar dollar AS, disusul Vietnam, Ekuador, Tiongkok, Thailand, dan Indonesia dengan nilai ekspor dalam dollar AS masing-masing sebesar 2,71 miliar; 2,60 miliar; 2,16 miliar; 1,98 miliar; dan 1,67 miliar.
Sebagai solusi dari permasalahan di atas, Rokhmin mengatakan, perlu dibentuk Indonesia Aquaculture Incorporated. “Apa itu Indonesia Aquaculture Incorporated? Setiap komponen dalam sistem usaha budidaya udang, seperti pengusaha hatchery, pakan, petambak, pengolah, pemerintah, asosiasi, peneliti, dan dosen, harus mengeluarkan atau menyumbangkan kemampuan terbaiknya, sehingga menghasilkan output terbaik. Antar komponen sistem usaha budidaya udang harus solid, care and share, strengthening to each other, dan bekerja sama secara sinergis.”
Saat ini di Indonesia asosiasi yang bergerak pada bisnis udang masing-masing berdiri sendiri, yaitu asosiasi pada on farm, off farm hulu maupun off farm hilir. Hal ini berbeda dengan negara maju, dimana kelembagaan asosiasi tersebut terhimpun dalam satu wadah yang besar sehingga asosiasi ini bisa fokus, solid dan kuat dan akhirnya memilki posisi tawar yang tinggi dalam penyusunan regulasi Pemerintah. Hal ini juga beralasan rumus keberhasilan produksi pada on farm merupakan hubungan sebab-akibat dengan off farm.
Untuk itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo mengatakan, perlu dibentuk forum komunikasi udang yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang budidaya udang dari hulu ke hilir.
Menurutnya, peran pemerintah mutlak diperlukan. Karena itu, pihaknya telah menyampaikan hal ini ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) KKP, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman. Terbatasnya anggaran pemerintah masih menjadi salah satu kendala.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal MAI Agung Sudaryono. “Di industri sawit sudah terbentuk asosiasi yang menyatukan stakeholder dari hulu ke hilir. Tidak terpisah-pisah antara stakeholder pupuk misalnya dengan stakeholder lainnya.
Di Vietnam juga seperti itu sehingga menjadi maju. Thailand juga demikian, misalnya fokus di durian montong. Karena itu, Indonesia harus bersatu,” ujarnya.
Untuk itu, pada sarasehan tersebut, pihaknya menginisiasi terbentuknya sebuah asosiasi yang menghimpun seluruh stakeholder di bidang budidaya udang dari hulu ke hilir, yang selanjutnya akan dibahas pada kesempatan lain. Disampaikan Agung, nama yang diusulkan adalah Asosiasi Udang Indonesia atau disingkat AUDI.
Pada sarasehan ini, hadir pula berbagai narasumber lainnya, yakni Direktur Perbenihan DJPB KKP Coco Kokarkin Soetrisno; Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Tuti Prahastuti; praktisi bisnis udang supraintensif Hasanuddin Atjo; CEO PT Bogatama Marinusa (Bomar) Tigor Chendarma; Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI) Iwan Sutanto; Wakil Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) bidang Perikanan dan Kelautan Yugi Prayanto; serta Hatchery Division PT. Centralproteina Prima Fivi Najmushabah.(red)
Tinggalkan Balasan